dr. Jacob Bunyamin

ALUMNI SUCCESS STORY: dr. Jacob Bunyamin: Meniti Jalan Neurosains dari FK UNDIP hingga Australia

oleh | Jun 19, 2025 | Alumni, Berita

SEMARANG – Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP) kembali mencatatkan prestasi membanggakan melalui kiprah salah satu alumninya, dr. Jacob Bunyamin, MD, MSc. Saat ini, dr. Jacob tengah menempuh studi doktoral (PhD) di bidang Translational Research di Monash University, Australia—salah satu universitas terbaik dunia di bidang riset medis.

Perjalanan akademis dr. Jacob dimulai di FK UNDIP pada tahun 2010 hingga 2017. Selama masa pendidikan, ia berkesempatan mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Kagoshima University, Jepang, selama satu semester. Di sana, minatnya terhadap bidang neurosains mulai tumbuh saat bergabung dengan Departemen Bedah Saraf dan Departemen Fisiologi. Selain menyaksikan langsung berbagai operasi besar, ia juga mengikuti diskusi ilmiah dan melakukan penelitian dasar di laboratorium fisiologi selama dua bulan.

Setelah kembali ke Indonesia dan menyelesaikan pendidikan koas, dr. Jacob melanjutkan pengabdiannya sebagai dokter. Selang satu tahun kemudian, ia mengambil program Master of Clinical Neurology di University of Sheffield, Inggris. Pilihan ini tidak lepas dari ketertarikannya terhadap translational neuroscience—sebuah pendekatan yang menjembatani riset dasar dengan praktik klinis, terutama pada penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson.

“Saya memilih University of Sheffield karena di sana terdapat Sheffield Institute of Translational Neuroscience, salah satu pusat neurosains klinis terbaik di Inggris, khususnya dalam menangani masalah neurodegenerasi,” ujarnya dalam diskusi Alumni Talks Series 5 with theme “Bridging the Gap: The Role of Translational Research in Modern Medicine”.

Sheffield Institute for Translational Neuroscience sendiri didirikan terutama untuk masalah-masalah degenerasi yang berkaitan dengan penuaan. Dalam tesis masternya, dr. Jacob meneliti biomarker sebagai alat prognosis penyakit Parkinson, sebuah gangguan neurodegeneratif progresif yang memengaruhi sistem saraf motorik. Alasan mengambil kuliah di jurusan tersebut karena salah satunya karena Indonesia itu mengalami bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2045.

“Tapi berarti akan ada ledakan populasi dan populasi itu akan semakin menua. Jadi bayangan saya waktu itu masalah-masalah degeneratif baik di bidang neurologi maupun di bidang lainnya akan bertambah banyak. Itu akan menjadi masalah yang akan muncul di Indonesia di kemudian hari,” jelasnya.

Meski sempat tertunda karena pandemi COVID-19, semangatnya untuk melanjutkan studi tak surut. Pada tahun 2021, ia berhasil mendapatkan beasiswa PhD di Monash University, Australia. Di sana, ia fokus mempelajari translational research yang menghubungkan hasil laboratorium dengan praktik klinis untuk mempercepat manfaat ilmiah bagi pasien dan masyarakat. Ini adalah jembatan antara penelitian dasar dan klinis, bertujuan untuk mempercepat transfer pengetahuan ilmiah untuk manfaat pasien dan masyarakat.

“Alasan kenapa saya ambil di Monash University karena di Monash kita punya School of Translational Medicine. Jadi dulu namanya Central Clinical School tapi sekarang diganti jadi School of Transitional Medicine karena ke depannya translational medicine mungkin merupakan salah satu bidang yang diperlukan nanti di bidang kedokteran dan kesehatan sendiri,” jelasnya.

Kisah dr. Jacob menjadi inspirasi nyata bahwa pendidikan dan riset dapat berjalan seiring. Semangat dan visinya mencerminkan semangat FK UNDIP dalam mencetak dokter-dokter unggul yang tak hanya andal secara klinis, tetapi juga aktif dalam dunia ilmiah global.(*/HUMAS FK UNDIP)

Berita Terkait