SEMARANG – Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) kembali menjadi tuan rumah agenda penting tingkat nasional dengan terselenggaranya Musyawarah Nasional (Munas) Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran (IKA Medica) pada Sabtu, 27 September 2025 di Gedung Prof. dr. Sapardi Brodjohudojo, Departemen Kedokteran FK Undip, Semarang.
Munas ini menjadi momentum strategis bagi IKA Medica untuk mempertegas komitmen alumni FK Undip dalam mendukung pemerintah, khususnya pada percepatan pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.
Acara ini dihadiri tokoh-tokoh alumni FK Undip, Rektor Undip Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si, Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) Drg. Arianti Anaya, M.K.M, dan tamu undangan lainnya.
Ketua IKA Medica, Dr. dr. Cahyono Hadi SH, Sp.OG(K), menegaskan bahwa tantangan penyakit degeneratif yang masih tinggi di Indonesia harus dijawab dengan peningkatan jumlah tenaga dokter spesialis.
“Di sini IKA Medika mendukung pemerintah untuk pemenuhan percepatan dokter spesialis sehingga kita bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Dan kita berharap negara hadir di dalam pemenuhan kesehatan itu,” ungkapnya.
IKA Medica juga menyoroti pentingnya memperluas kesempatan pendidikan spesialis, termasuk memperbanyak pengiriman tenaga medis ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), agar distribusi tenaga kesehatan dapat merata di seluruh wilayah Nusantara.
Dekan FK Undip, Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes., Sp.B., Subsp.Onk(K), menekankan relevansi Munas IKA Medica sebagai forum strategis yang tidak hanya mempertemukan para tokoh alumni, tetapi juga membahas solusi konkret untuk mempercepat distribusi dokter spesialis.
“Munas ini turut membahas percepatan produksi dan distribusi dokter spesialis. Saya kira ini sangat baik dan menunjukkan bahwa kepedulian FK Undip juga untuk mendukung program pemerintah,” jelasnya.
FK Undip mengikuti arahan dari Kemendikti termasuk dari Kementrian terkait percepatan pendirian prodi spesialis. Baik oleh FK Undip sendiri maupun FK Undip mendampingi prodi-prodi yang akan didirikan.
Dalam sesi diskusi, Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) Kemenkes, dr. Yuli Farianti, M.Epid, mengakui bahwa kekurangan dokter spesialis paling banyak terjadi di wilayah Timur Indonesia seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Papua. Untuk itu, pemerintah menyiapkan program beasiswa dan berbagai model pendidikan spesialis berbasis universitas maupun rumah sakit pendidikan.
“Setiap tahun kita hanya (menghasilkan dokter spesialis, red.) 2.700. Penduduk kita berapa? 280.000 juta sekian,” katanya, Sabtu.